Babinsa Pakualaman Turut Lestarikan Budaya Jemparingan

    Babinsa Pakualaman Turut Lestarikan Budaya Jemparingan
    Babinsa Koptu Thofan latihan jemparingan bersama untuk lestarikan budaya leluhur. (Ft.Pendim0734/Muhis)

    YOGYAKARTA - Jemparingan adalah memanah tradisional. Bahkan salah satu olah raga panahan khas Kerajaan Mataram, pada masa itu. Asal usul jemparingan di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dikenal sebagai jemparingan gaya Mataram Ngayogyakarta. 

    Awalnya, jemparingan sering dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di era 1755-1792.

    Raja pertama Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pun mendorong segenap prajurit untuk belajar memanah sebagai sarana membentuk karakter watak kesatria. Berbeda dari panahan pada umumnya yang dilakukan dengan posisi berdiri. 

    Namun jemparingan ini, dilakukan posisi duduk bersila yang kemudian dikembangkan oleh KGPAA Sri Paduka Pakualaman VIII bagi masyarakat umum di Kota Yogyakarta dan sekitarnya sampai sekarang.

    Hingga kini jemparingan dilestarikan oleh kawula muda di Kota Gudeg sebagai Kota Budaya dan sekitarnya. 

    Nah, salah satu kawula muda ikut melestarikan budaya leluhur tersebut ialah Koptu Thofan, Babinsa Gunungketur Koramil 05/Pakualaman Kodim 0734/Yogyakarta.

    Ia bersama komunitas pemerhati budaya, melaksanakan gladen alit (latihan bersama) jemparingan di Ndalem Kadipaten Puro Pakualaman, Kelurahan Purwokinanti Pakualaman Kota Yogyakarta, Selasa (19/1)

    Disampaikan oleh Koptu Thofan kepada rekan sesama pemerhati budaya leluhur bahwa betul kegiatan memanah tradisional jemparingan semacam ini membuat jiwa terasa lebih tenang sejalan dengan filosofi jemparingan gaya Mataram.

    "Pamenthanging gandewa pamanthenging cipta filosofi ini memiliki arti bahwa membentangnya busur seiring dengan konsentrasi yang ditujukan pada sasaran yang dibidik, " ujar Koptu Thofan.

    Dikatakannya, dalam kehidupan sehari-hari pamenthanging gandewa pamanthenging cipta memiliki pesan agar manusia yang memiliki cita-cita hendaknya berkonsentrasi penuh pada tujuan tersebut agar cita-citanya dapat terwujud.

    "Kemudian hikmah dari pelajaran memanah tradisional jemparingan di implementasikan dengan kegiatan sehari-hari di wilayah binaan untuk mendukung pelaksanaan tugasnya, " tandas Koptu Thofan. (Muhis)

    YOGYAKARTA
    Muhis

    Muhis

    Artikel Sebelumnya

    Jelang Tugas Pamtaswil, Tim Riksiapops Mabes...

    Artikel Berikutnya

    Rumah Warga Tertimpa Pohon, Anggota Koramil...

    Berita terkait